Materi Bahasa Jawa Kurikulum 2013
Paribasan iki tegese yaiku ngendel-endelake kekuwatan, panguwasa, lan kapinteran sing diduweni.
Adigang yaiku sipat kang ngegul-gulake kekuwataning awak (raga), kayadene kidang. tandang tanduke cukat trengginas, playune pilih tandhing.
Dene adigung iku sipat kang ngongsakake pangkat, drajat, keluhuran, apadene trah tedhak turune priyagung (wong gedhe).
Pawongan kang nduweni watak adigung umume dipadhakake karo gajah. Awake gedhe, ora ana sing madhani, lan yen padudon akeh menange.
Pawongan kang nduweni watak adigung umume dipadhakake karo gajah. Awake gedhe, ora ana sing madhani, lan yen padudon akeh menange.
Dene adiguna yaiku sipat kang ngendelake kapinteran lan akal. Sipat iki umume digambarake kaya watake ula. Ula iku katone ringkih, nanging wisane mbebayani.
Adigang iku tegesé: ngandelaké marang kakuwatané.
Adigung iku tegesé: ngandelaké marang gedhéné.
Adiguna iku tegesé: ngandelaké marang kapinterané.
Paribasan iki tegesé, wong aja ngandhelaké kaluwihané dhéwé waé.
Adigang, Adigung dan Adiguna. Manusia hendaknya tidak mengandalkan dan menyombongkan kelebihan yang dia miliki. (Adigang: Kekuatan; Adigung: Kekuasaan; Adiguna: Kepandaian). Kata-kata ini dapat dibaca pada Serat Wulangreh karya Sri Sunan Pakubuwana IV, pada Pupuh gambuh bait ke 4-10. Pada bait ke 4 di bawah, disebutkan bahwa Sifat Adigang diwakili oleh "Kijang", Adigung oleh Gajah (esthi) dan Adiguna oleh ular.
Apa yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular sehingga ketiganya diangkat sebagai contoh sifat adigang adigung dan adiguna dapat dilihat pada bait ke 4 dan 5 pada gambar di samping:
Bait ke 4 terjemahannya sebagai berikut: Adalah sebuah kisah; Adiguna adigang adigung; Kijang adalah adigang dan gajah adalah adigung; Adiguna adalah ular; Ketiganya mati bersama (sampyuh)
Adapun andalan kijang, gajah dan ular disebutkan pada bait ke 5. Terjemahannya kurang lebih: Adalah watak si kijang yang sombong dengan kecepatannya melompat. Sedangkan gajah mengandalkan tubuhnya yang tinggi besar. Kemudian ular dengan bisanya yang mematikan kalau ia menggigit.
Bait ke 6 di bawah amat menarik, karena Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebagai seorang raja kersa memberikan contoh "anak raja" untuk mewakili sifat adigung. Terjemahannya kurang lebih: Sebagai contoh; Jangan mengandalkan bahwa kamu itu anak raja, ya siapa yang akan berani. Itu adalah sifat adigung yang akhirnya justru merendahkan martabat.
Selanjutnya bait ke 7 menjelaskan sifat "adiguna" yang membangga-banggakan kepandaiannya. Terjemahannya sebagai berikut: Adiguna itu; Mengandalkan kepandaian; Semua kepandaian hanya miliknya sendiri (dipun dheweki); Siapa pandai seperti saya (sapa pinter kaya ingsun, demikian sesumbarnya); Ternyata akhirnya tidak mampu (nora injoh)
Kemudian bait ke 8 menjelaskan sifat adigang yang pongah dengan kekuatannya. Ternyata kemudian tidak mampu dan gagal, akhirnya hanya jadi bahan olok-olok semua orang. Terjemahannya kurang lebih: Sifat adigang itu; mengandalkan kekuatannya (kasuranipun); Semua ditantang dan dicela (Para tantang candhala anyanayampahi) Ternyata tidak becus; Akhirnya jadi bahan tertawaan
Bait ke 9 dan 10 berisi pesan supaya wong urip itu tidak berperilaku yang tiga hal itu tapi hendaknya rereh ririh ngati-ati dan waspada. Pada akhirnya, kijang, gajah dan ular mati karena lengah dan akibat ulah sendiri.
Terjemahan bait ke 9: Orang hidup itu; jangan memakai ketiga watak tersebut; Gunakan sikap sabar (rereh), kehalusan (ririh) dan hati-hati; perhatikanlah (den kawangwang) tingkah laku kita; Waspadalah dengan perilaku manusia;
Terjemahan bait ke 10: Mengenai ketiga hal tersebut; Si kijang mati karena terlalu bersenang-senang (suka ing patinipun); Si gajah karena lengah (alena patinireki); Sedang ajal ular; Karena mengandalkan bisanya yang manjur(ngandelken upase mandos).
SERAT WULANGREH PUPUH GAMBUH
Kesimpulan :
Orang jangan sombong dengan mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepandaiannya. Akhirnya hanya akan “ngunduh wohing panggawe”. Hal ini dapat dilihat pada bait ke 11 yang terjemahannya kurang lebih:
Ketiganya tidak pantas; Kalau ditiru malah jadi salah; Tanda-tandanya orang muda kurang bisa menjaga rahasia (wong anom kurang wewadi); Senang kalau banyak orang memuji-muji (bungah akeh wong anggunggung); akhirnya terjerumus (kajalomprong).
Orang yang punya watak "adigang adigung dan adiguna ini adalah orang yang nerak (tidak mengindahkan ajaran "Basa Basuki" seperti yang disebutkan dalam Serat Wulangreh, pupuh Pangkur bait ke 8 dan 9.
Dua hal yang harus diperhatikan disini: Pertama, orang harus bisa menjaga rahasia (dapat di baca di Anggenthong umos) dan jangan suka dipuji-puji (dapat dibaca di Serat Wulangreh: Jangan menjadi orang gunggungan dan Serat Wulangreh: Orang nggunggung tentu ada maunya) Adapun cara mengatasi orang yang “Adigang Adigung dan Adiguna” ini dapat dilihat di "Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti”
Sumber :Adigang, Adigung dan Adiguna. Manusia hendaknya tidak mengandalkan dan menyombongkan kelebihan yang dia miliki. (Adigang: Kekuatan; Adigung: Kekuasaan; Adiguna: Kepandaian). Kata-kata ini dapat dibaca pada Serat Wulangreh karya Sri Sunan Pakubuwana IV, pada Pupuh gambuh bait ke 4-10. Pada bait ke 4 di bawah, disebutkan bahwa Sifat Adigang diwakili oleh "Kijang", Adigung oleh Gajah (esthi) dan Adiguna oleh ular.
Apa yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular sehingga ketiganya diangkat sebagai contoh sifat adigang adigung dan adiguna dapat dilihat pada bait ke 4 dan 5 pada gambar di samping:
Bait ke 4 terjemahannya sebagai berikut: Adalah sebuah kisah; Adiguna adigang adigung; Kijang adalah adigang dan gajah adalah adigung; Adiguna adalah ular; Ketiganya mati bersama (sampyuh)
Adapun andalan kijang, gajah dan ular disebutkan pada bait ke 5. Terjemahannya kurang lebih: Adalah watak si kijang yang sombong dengan kecepatannya melompat. Sedangkan gajah mengandalkan tubuhnya yang tinggi besar. Kemudian ular dengan bisanya yang mematikan kalau ia menggigit.
Bait ke 6 di bawah amat menarik, karena Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebagai seorang raja kersa memberikan contoh "anak raja" untuk mewakili sifat adigung. Terjemahannya kurang lebih: Sebagai contoh; Jangan mengandalkan bahwa kamu itu anak raja, ya siapa yang akan berani. Itu adalah sifat adigung yang akhirnya justru merendahkan martabat.
Selanjutnya bait ke 7 menjelaskan sifat "adiguna" yang membangga-banggakan kepandaiannya. Terjemahannya sebagai berikut: Adiguna itu; Mengandalkan kepandaian; Semua kepandaian hanya miliknya sendiri (dipun dheweki); Siapa pandai seperti saya (sapa pinter kaya ingsun, demikian sesumbarnya); Ternyata akhirnya tidak mampu (nora injoh)
Kemudian bait ke 8 menjelaskan sifat adigang yang pongah dengan kekuatannya. Ternyata kemudian tidak mampu dan gagal, akhirnya hanya jadi bahan olok-olok semua orang. Terjemahannya kurang lebih: Sifat adigang itu; mengandalkan kekuatannya (kasuranipun); Semua ditantang dan dicela (Para tantang candhala anyanayampahi) Ternyata tidak becus; Akhirnya jadi bahan tertawaan
Bait ke 9 dan 10 berisi pesan supaya wong urip itu tidak berperilaku yang tiga hal itu tapi hendaknya rereh ririh ngati-ati dan waspada. Pada akhirnya, kijang, gajah dan ular mati karena lengah dan akibat ulah sendiri.
Terjemahan bait ke 9: Orang hidup itu; jangan memakai ketiga watak tersebut; Gunakan sikap sabar (rereh), kehalusan (ririh) dan hati-hati; perhatikanlah (den kawangwang) tingkah laku kita; Waspadalah dengan perilaku manusia;
Terjemahan bait ke 10: Mengenai ketiga hal tersebut; Si kijang mati karena terlalu bersenang-senang (suka ing patinipun); Si gajah karena lengah (alena patinireki); Sedang ajal ular; Karena mengandalkan bisanya yang manjur(ngandelken upase mandos).
SERAT WULANGREH PUPUH GAMBUH
Kesimpulan :
Orang jangan sombong dengan mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepandaiannya. Akhirnya hanya akan “ngunduh wohing panggawe”. Hal ini dapat dilihat pada bait ke 11 yang terjemahannya kurang lebih:
Ketiganya tidak pantas; Kalau ditiru malah jadi salah; Tanda-tandanya orang muda kurang bisa menjaga rahasia (wong anom kurang wewadi); Senang kalau banyak orang memuji-muji (bungah akeh wong anggunggung); akhirnya terjerumus (kajalomprong).
Orang yang punya watak "adigang adigung dan adiguna ini adalah orang yang nerak (tidak mengindahkan ajaran "Basa Basuki" seperti yang disebutkan dalam Serat Wulangreh, pupuh Pangkur bait ke 8 dan 9.
Dua hal yang harus diperhatikan disini: Pertama, orang harus bisa menjaga rahasia (dapat di baca di Anggenthong umos) dan jangan suka dipuji-puji (dapat dibaca di Serat Wulangreh: Jangan menjadi orang gunggungan dan Serat Wulangreh: Orang nggunggung tentu ada maunya) Adapun cara mengatasi orang yang “Adigang Adigung dan Adiguna” ini dapat dilihat di "Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti”
Wikipedia
Perilaku Dan Pitutur ala Jawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar